28 Okt 2010

[Pendidikan Anak] Fenomena Training Otak Tengah (Mohon Dicermati) -1

Oleh: Daeng Mursyid | 25 September 2010 | 16:48 WIB

Bukan mau menyalahkan pihak tertentu, tetapi tulisan ini bisa jadi membantu anda menjawab beberapa teman yang bertanya ke saya mengenai otak tengah. Saya sendiri belum bisa menemukan hubungan antara melatih anak mengenal benda, huruf, warna dll dengan mata tertutup dengan kemampuan akademik misal-nya anak akan cepat bisa mengerti logic suatu soal (Otak kiri), atau kemampuan anak melakukan analisa/konsep terhadap suatu masalah (Otak kanan). Jadi Mungkin teman-teman yang ditawari ikut training Otak tengah bisa membaca tulisan ini.

Mungkin ini ada tulisan dari Dr. Sarlito, Guru Besar Psikologi UI.

Otak Tengah

Saturday, 18 September 2010

DI suasana Lebaran ini mestinya saya menulis sesuatu tentang Lebaran,
tepatnya tentang bermaaf-maafan, wabil-khusustentang psikologi maaf.

Namun,draf tulisan yang sedang saya siapkan terpaksa saya sisihkan
dulu saking gemasnya mengamati perkembangan pseudo-science (ilmu semu)
yang sangat membahayakan akhir-akhir ini tentang otak tengah
(midbrain).Mudah-mudahan artikel ini bisa menjadi bahan bacaan
alternatif yang menarik di tengahtengah banjirnya (lebih parah dari
banjir Pakistan) artikel dan siaran tentang Idul Fitri di hari-hari
seputar Lebaran ini. Otak tengah adalah bagian terkecil dari otak yang
berfungsi sebagai relay station untuk penglihatan dan pendengaran.

Dia juga mengendalikan gerak bola mata.Bagian berpigmen gelapnya yang
disebut red nucleus (inti merah) dan substantia nigra juga mengatur
gerak motorik
anggota tubuh.Karena itu kelainan atau gangguan di otak tengah bisa
menyebabkan parkinson. Untuk keterangan lebih lanjut silakan
berkonsultasi dengan dokter Google.Namun,yang jelas,otak tengah tidak
mengurusi inteligensi, emosi, apalagi aspek-aspek kepribadian lain
seperti sikap, motivasi, dan minat.Para pakar ilmu syaraf
(neuroscience) Richard Haier dari Universitas California dan Irvine
serta Rex Jung dari Universitas New Mexico,Amerika Serikat, menemukan
bahwa inteligensi atau kecerdasan yang sering dinyatakan dalam ukuran
IQ tidak terpusat pada satu bagian tertentu dari otak, melainkan
merupakan hasil interaksi antarbeberapa bagian dari otak.Makin bagus
kinerja antarbagian- bagian otak itu,makin tinggi tingkat kecerdasan
seseorang (teori parieto-frontal integration).

Di sisi lain,pusat emosi terletak di bagian lain dari otak yang
dinamakan amygdala,tak ada hubungannya dengan midbrain. Sementara itu
aspek kepribadian lain seperti minat dan
motivasi lebih merupakan aspek sosial (bukan neurologis) dari jiwa,
yang lebih gampang diamati melalui perilaku seseorang ketimbang dicari
pusatnya di otak. Sampai dengan tahun 1980-an (bahkan sampai hari ini)
masih banyak yang percaya bahwa keberhasilan seseorang sangat
tergantung pada IQ-nya.Makin tinggi IQ seseorang akan makin besar
kemungkinannya untuk berhasil.

Itulah sebabnya banyak sekolah mempersyaratkan hasil tes IQ di atas
120 untuk bisa diterima di sekolah yang bersangkutan. Namun, sejak
Howard Gardner menemukan teori tentang multiple intelligence (1983)
dan Daniel Goleman memublikasikan temuannya tentang Emotional
Intelligence (1995),maka para pakar dan awam pun tahu bahwa peran IQ
pada keberhasilan seseorang hanya sekitar 20–30% saja. Selebihnya
tergantung pada faktor-faktor kepribadian lain seperti usaha,
ketekunan, konsentrasi, dedikasi, kemampuan sosial. Walaupun
begitu,beberapa bulan terakhir ini,marak sekali kampanye tentang
pelatihan otak tengah.

Bahkan rekan saya psikologpsikolog muda ada yang bersemangat sekali
mengampanyekan otak tengah sambil mengikutsertakan anak-anak mereka ke
pelatihan otak tengah yang biayanya mencapai Rp3,5 juta/anak (kalau
dua anak sudah Rp 7 juta, kan) hanya untuk dua hari kursus. Hasilnya
adalah bahwa anak-anak itu dalam dua hari bisa menggambar warna dengan
mata tertutup.Wah, bangganya bukan main para ortu itu. Mereka pikir
setelah bisa menggambar dengan mata tertutup, anak-anak mereka
langsung akan jadi cerdas, bisa konsentrasi di kelas, bersikap sopan
santun kepada orang tua, bersemangat belajar tinggi, percaya diri, dan
sebagainya seperti yang dijanjikan oleh kursus-kursus seperti ini.

Mungkin mereka mengira bahwa dengan menginvestasikan Rp3,5 juta untuk
dua hari kursus,orang tua tidak usah lagi bersusah payah menyuruh anak
mereka belajar (karena mereka akan termotivasi untuk belajar sendiri),
tidak usah membayar guru les lagi
(karena otomatis anak akan mengerti sendiri pelajarannya), dan yang
terpenting anak pasti naik kelas, malah bisa masuk peringkat. Inilah
yang saya maksud dengan "berbahaya" dari tren yang sedang berkembang
pesat akhirakhir ini. Untuk orang tua yang berduit, uang sebesar Rp3,5
juta mungkin tidak ada artinya. Namun, kasihan anaknya jika ternyata
dia tidak bisa memenuhi harapan orang tuanya.

Selain bisa menggambar dengan mata tertutup (sebagian hanya berpura-
pura bisa dengan mengintip lewat celah penutup mata dekat hidung),
ternyata dia tidak bisa apa-apa.Konsentrasi tetap payah,motivasi tetap
rendah, dan emosi tetap meledakledak tak terkendali. Pasalnya memang
tidak ada hubungannya antara otak tengah dengan faktorfaktor
kepribadian itu. Namun,orangtua sepertinya tidak mau tahu. Dia sudah
membayar Rp3,5 juta dan sudah mendengarkan ceramah Dr David Ting,
pakar otak tengah dari Malaysia itu. Kata Dr Ting, anak yang sudah
ikut pelatihan otak tengah
bukan hanya jadi makin pintar,tetapi jadi jenius.

Karena itu nama perusahaannya juga Genius Mind Corporation. Malah
bukan itu saja.Menurut Dr Ting,anak yang sudah terlatih otak tengahnya
bisa melihat di balik dinding, bisa melihat apa yang akan terjadi
(seperti almarhumah Mama Laurenz),bahkan bisa mengobati orang sakit.
Ya, itulah yang dijanjikannya dalam iklan-iklan Youtube-nya di
internet. Dan dampaknya bisa dahsyat sekali karena angka KDRT pada
anak bisa langsung melompat naik gara-gara banyak anak dicubiti atau
dipukuli pantatnya sampai babak-belur oleh mama-mama mereka sendiri
lantaran tidak bisa melihat di balik tembok,meramal atau mengobati
orang sakit.

*** Untuk menyiapkan tulisan ini, saya sengaja menelusuri nama David
Ting di Google. Ternyata ada puluhan pakar di dunia yang bernama David
Ting dan David Ting yang menganjurkan otak tengah ini ternyata bukan
pakar ilmu syaraf, kedokteran,biologi atau psikologi. Dia disebutkan
sebagai pakar pendidikan dan tidak ada hubungannya dengan ilmu syaraf
(neuroscience). Maka saya ragu akan ilmunya. Apalagi saya hanya
mendapati beberapa versi Youtube yang diulang- ulang saja,beberapa
tulisan kesaksian, dan cerita-cerita yang sulit diverifikasi
kebenarannya. Saya pun lanjut dengan menelusuri jurnal-jurnal ilmiah
online, siapa tahu tulisan-tulisan ilmiahnya sudah banyak, tetapi saya
belum pernah membacanya.

Namun hasilnya juga nol. Maka saya makin tidak percaya. Saya yakin
bahwa teori David Ting tentang otak tengah hanyalah pseudo-science
atau ilmu semu karena seakan-akan ilmiah, tetapi tidak bisa
diverifikasi secara ilmiah. Sama halnya dengan teori otak kanan-otak
kiri yang juga ilmu semu atau astrologi atau palmistri (membaca nasib
orang dengan melihat garis-garis telapak tangannya). Masalahnya,
astrologi dan palmistri yang sudah kuno itu tidak merugikan siapa-
siapa karena hanya dilakukan oleh yang memercayainya atau sekadar
iseng-iseng tanpa biaya dan tanpa beban apaapa. Kalau betul syukur,
kalau salah yo wis. Lain halnya dengan pelatihan otak tengah dan dulu
pernah juga populer pelatihan otak kanak-otak kiri.

Bahkan, saya pernah memergoki, di sebuah gedung pertemuan (kebetulan saya ke sana untuk keperluan lain), sebuah pelatihan diselenggarakan oleh sebuah instansi pemerintah yang judulnya "Meningkatkan Kecerdasan Salat".Semuanya dijual sebagai pelatihan dengan biaya (istilah mereka "biaya investasi") yang mahal. Ini sudah masuk ke masalah membohongi publik, sebab mana mungkin dengan satu pelatihan selama dua hari
seorang anak bisa disulap menjadi jenius yang serbabisa, bahkan bisa
melihat di balik dinding seperti Superman.Lagipula, apa hubungannya
antara menggambar dengan mata tertutup dengan jenius? Einstein,
Colombus, Thomas Edison,Bill Gates, Barack Obama, dan masih banyak
lagi adalah kaum jenius tingkat dunia, tetapi tak satu pun bisa
menggambar dengan mata tertutup.Teori otak tengah sudah jelas penipuan. Dengan berpikir atau bertanya sedikit,setiap orang bisa tahu bahwa ini adalah penipuan. Namun orang Indonesia itu malas bertanya dan ingin yang serbainstan. Termasuk kaum terpelajar dan orang berduitnya. Jadi kita gampang sekali jadi sasaran penipuan. Inilah menurut saya yang paling memprihatinkan dari maraknya kasus otak tengah ini.(*)

SARLITO WIRAWAN SARWONO Guru Besar Fakultas Psikologi UI

Original link : http://edukasi.kompasiana.com/2010/09/25/pendidikan-anak-fenomena-training-otak-tengah-mohon-di-cermati/
Sent from my BlackBerry® smartphone

0 comments:

Posting Komentar